Welcome to our online store

Senin, 21 Juli 2014

Laesan Lasem

$0
Pembukaan syair kunonya di nyanyikan ela elo…. yang merujuk pada dua kalimat tauhid La ilaha Ilallah,” atau kepanjangannya “lailahaaillalah mohammadurosolah pangeran ne gawe laes” terdengar mengalun dari mulut para penembang diiringi dengan perpaduan suara 3 buah bambu dan 2 buah jug, mengalun begitu harmonis dalam heningnya suasana, memberikan nuansa begitu mistis malam itu, mengisyaratkan dengan menyebut nama Allah & Rosul sebelum memainkan kesenian Laesan.



Mendoakan Kurungan Laesan



Jug dan Bambu alat musik Laesan

LAESAN adalah suatu kesenian kuno rakyat Lasem. Belum bisa dipastikan laesan ada di Lasem sejak tahun berapa. namun dari syair pembuka yang di tembangkan di awal pertunjukkan Laesan, nampak jelas bahwa Laesan kemungkinan lahir saat jaman awal islam.

Laesan di Lasem di mainkan oleh seluruhnya oleh laki-laki, dari penabuh alat musik, penembang, hingga lakon Laesan. Inilah salahsatu yang membedakan Laesan dengan Sintren yang merupakan kesenian rakyat Cirebon, Jawa Barat.

Laesan berarti hampa yang di terjemahkan dalam lakon yang terlihat kosong seperti terhipnotis dan bergerak berdasarkan harmonisasi tembang yang dilantunkan. Semakin harmonis tembang mengalun, semakin lama Laesan dapat bangkit dan menari namun bila penembangan tidak harmonis atau fals, Laesan seperti kehilangan ‘jiwa’ dan berhenti menari, terkulai lemas.

Sepanjang pertunjukkan Laesan , selalu di senandungkan tembang yang setiap syair2 kunonya mempunyai filosofi kehidupan, diantara syair pembukaan tersebut menyebut asma Allah & Rosul, mengingatkan bahwa dalam hal apapun kita harus selalu ingat kepada sang pencipta.



kelompok penembang Laesan

Dalam pertunjukkan Laesan ini, digunakan kurungan ayam. Seorang lakon Laesan yang dipilih akan di masukkan dalam kurungan ayam yang sebelumnya sudah di asapi kemenyan. Laesan dimasukkan kedalam kurungan ayam, ibaratnya manusia saat dikandungan sang ibu. dengan menyanyikan sesi syair “uculno bondoiro iki sari laes, dunung Allah dunung, sopo iso nguculno kejaba Pengeran iro iki sari laes” mengisyarakat bahwa agar dapat melepaskan semua belenggu keduniawian dan hanya restu Allah saja yg bisa. Laesan pun keluar dari kurungan (kandang) sebagai pertanda Laesan telah lepas dari belenggu tadi. sesi itu seperti filosofi manusia yg telah keluar dari kandungannya sang ibu. Kemudian Laesan menginjak sesi syair-syair permainan,”ecan enci dan jaran dawuk” mengisyaratkan manusia masa kecil membutuhkan sebuah hiburan permainan kehidupan, pada sesi ini Laesan akan manari diiringi tembang yang mengalun. Setiap kali Laesan mengalami masa kurungan, Laesan dapat meminta lagu yang akan di tembang untuk mengirinya menari, dan kelompok penembang harus dapat menembangkan permintaan Laesan. Tembang-tembang yang di nyanyikan ini ada yang berasal dari tembang para ibu untuk menenangkan buah hati hingga tembang yang berarti ‘nakal’ dan menjadi lelucon di masyarakat. bahkan beberapa tembang yang di nyanyikan malam ini ada beberapa yang sudah sangat jarang sekali terdengar.



Laesan Keluar dari Kurungan

sesi berikutnya penembang menyanyikan syair “luruo sintren & lereng-lereng” Laesan pun menari & berkeliling sembari membawa bunga,pisang&air utk dibagikan ke orang. Mengisyaratkan bahwa hidup ini harus saling berbagi dengan sesama,disesi ini percaya bisa menyembuhkan penyakit orang yang dipegang laesan. Sedangkan Lereng Lereng dipercaya bisa menghilangkan segala tuah gaib senjata,wallahualam.



menari bersama Laesan

Laesan terus berlanjut memasuki sesi syair “kembang gedang sala siji seng di gelandang gelandang pisan seng di gelandang dadi laesan” mengisyaratkan hidup bisa saling bergantian dengan sesama manusia, baik suka dan duka. Pada sesi ini Laesan juga minta di temani menari, dengan mengajak penonton untuk turut serta. Bila ada yang dipilih oleh Laesan, dan secara sukarela mau bergabung menari, maka orang tersebut akan mengalami masa ‘hampa’ dan turut menari.



menari dolanan

Sebagai penutup Laesan akan memasuki sesi syair “ana tangis layung - layung, larane wong wedi mati. sapa bisa ngelingna, kejaba Pengeran iro.” mengisyaratkan bahwa betapa beratnya manusia melawati masa2 saat sakit menjelang kematiannya dan semua bisa terlawati dgn mudah/sulit jikalau ingat kepada kepada Allah / Tuhan, bhwa kita pasti akn kembali kpdanya.

Pertunjukan Laesan malam itu berakhir menjelang tengah malam. Keramaian di halaman rumah bapak Samino, desa Dasun, Lasem tempat berlangsung pertunjukan Laesan, mulai berganti keheningan malam. Beruntungnya kami yang malam itu dapat menonton pertunjukan Kesenian rakyat Lasem yang telah vacuum selama 50 tahun, dan malam itu untuk pertama kalinya Laesan kembali di gelar secara utuh.
Add to Cart

Related Product :

0 komentar:

Posting Komentar

Most View Product

Contact Online

Support : Creating Website | M.Fathul Aziz |
Copyright © 2014. All Rights Reserved
Created by Creating Website Published by M.Fathul Aziz